HUBUNGAN ANTARA
PELAKSANAAN STRATEGI DOTS (DIRECLY
OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE) DENGAN EFEKTIFITAS KEPATUHAN BEROBAT PASIEN
TB PARU DI PUSKESMAS PAKIS BARU NAWANGAN PACITAN
Oleh: Ricky Prasetyo Nugroho
Survei Kesehatan Rumah Tangga (2005), menyebutkan tuberkulosis
adalah penyakit penyebab kematian ke-3 di Indonesia, sesudah kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernafasan. WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap
tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat tuberkulosis dan terdapat 445.000
kasus tuberkulosis setahunnya. Salah satu strategi dalam Gerdunas tuberkulosis
adalah strategi pelaksanaan DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse), tujuan dari pelaksanaan kegiatan dengan
pendekatan DOTS adalah untuk menjamin dan mencegah resistensi serta keteraturan
pengobatan dan mencegah drop out/lalai
dengan dilakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan terhadap penderita
tuberkulosis. Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa tingginya
insiden dan prevalensi TBC diantaranya karena penderita yang tidak patuh dan
tidak tuntas dalam mengikuti program pengobatan yang telah ditentukan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik sample
yang digunakan total sampling. Jumlah responden yang diteliti 30 orang analisis
yang digunakan adalah uji spearmans rho.
Hasil yang diperoleh sebagian besar pelaksanaan
strategi DOTS baik (70%). Sebagian besar responden mempunyai efektifitas
kepatuhan berobat pasien TB Paru baik (63,3%). Ada hubungan antara pelaksanaan
strategi DOTS dengan efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Paru di Puskesmas
Pakis Baru Nawangan Kabupaten Pacitan tanggal 4-18 April 2011, dengan
perhitungan hasil penelitian menggunakan uji statistik menggunakan spearman’s rho didapat nilai ρ-value/sig
(2-tailed) = 0,001 lebih kecil dari α 0.05 dan N = 30.
Hipotesis menyatakan ada hubungan antara pelaksanaan
strategi DOTS dengan efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Paru di Puskesmas
Pakis Baru Nawangan Kabupaten Pacitan tanggal 4-18 April 2011.
Kata
Kunci: Pelaksanaan strategi
DOTS, Efektifitas Kepatuhan, TBC.
“Relationship
between the DOTS strategy implementation (Directly
Observed Treatment Shortcourse) treatment compliance effectiveness of
patient with pulmonary TB in Pakis Baru Health Center Nawangan Pacitan”
Household
Health Survey (2005), said tuberculosis is a disease of the 3rd cause of death in Indonesia, after
cardiovascular and respiratory diseases. WHO estimates that Indonesia’s 175,000
deaths occur annually due to tuberculosis and there were 445,000 cases of
tuberculosis annually. One strategy in Gerdunas tuberculosis is the
implementation of DOTS strategy (Directly Observed Treatment Shortcourse), the
purpose of implementation of the DOTS approach is to ensure and prevent
resistance and regularity of treatment and prevent drop out / fail to do the
supervision and control of tuberculosis treatment. From the above description
can be formulated that the high incidence and prevalence of tuberculosis among
the cause of non-adherent patients did not complete the treatment program that
has been determined.
This
type of research is cross sectional sample technique used by total sampling.
The number of respondents who studied 30 people who used the analysis is
spearman’s rho test.
The
results obtained mostly good implementation of the DOTS strategy (70%). Most of
the respondents have the effectiveness of treatment compliance of tuberculosis
patients is good (63.3%). There is a relationship between the implementation of
the DOTS strategy effectiveness of treatment compliance of patients with
tuberculosis in Pakis Baru Nawangan Health Center Pacitan at April 4 to 18
2011, with the calculation results of studies using statistical tests using
Spearman’s rho obtained ρ-value/sig value (2-tailed) = 0.001 is smaller than α
0.05 and N = 30.
The
hypothesis states there is an relationship between the implementation of the
DOTS strategy with the effectiveness of treatment compliance of tuberculosis
patients in PHC Pakis Baru Nawangan Pacitan at April 4 to 18 2011.
Keywords:
Implementation of the DOTS strategy, Effectiveness of Compliance. Tuberculosis.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
TB Paru merupakan penyakit yang
disebabkan oleh mycrobacterium Tubercolusa yang sifatnya menular (Depkes. RI,
20117). Penularan penyakit TB Paru menjadi perhatian besar karena prosentase
penularan yang berbanding searah dengn angka kejadian. Hal ini disebabkan
karena sebagian besar masyarakan khususnya Indonesia belum memahami tentang
bagaimana proses penularannya penyakit ini sehingga banyak pasien yang
menganggap pengobatan itu tidak penting. Banyaknya pasien yang tidak
menyelesaikan pengobatan berdampak pada penyembuhan TB Paru itu sendiri.
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang masih tetap menjadi masalah
kesehatan yang penting di berbagai belahan dunia.
Data Dinas Kesehatan Jawa Timur
menyebutkan jumlah penderita TB Paru hamper mencapai 5000 kasus. Di Kabupaten
Pacitan ada sekitar 235 kasus yang terdeteksi. Dari hasil studi pendahuluan
yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pakis Baru pada bulan Agustus –
Desember 2010 masih ada 7 pasien yang tidak menyelesaikan pengobatan sampai
tuntas dari 30 pasien yang menjalani pengobatan.
WHO memperkirakan bahwa di Indonesia
setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat tuberkulosis dan terdapat
445.000 kasus tuberkulosis setahunnya. Hasil kongres Nasional Ikatan Dokter
Ahli Paru Indonesia (1990) menyebutkan bahwa 60% penderita TBC paru di
Indonesia tidak menyelesaikan program pengobatan dengan baik sesuai dengan yang
telah ditentukan. Pengobatan yang tidak benar akan menyebabkan terjadinya
resistensi kuman tuberculosis terhadap obat yang diberikan (Azhar, 2004). Dari
uraian tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa tingginya insiden dan prevalensi
TBC diantaranya karena penderita yang tidak patuh dan tidak tuntas dalam
mengikuti program pengobatan yang telah ditentukan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mengurangi virulensi dan menekan jumlah penderita
tuberculosis, diantaranya dengan dicanangkan Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis (GERDUNAS TB) oleh menkes RI pada tanggal 24 maret
1999. Salah satu strategi Gerdunas tuberkulosis adalah strategi pelaksanaan
DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse).
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan dengan
pendekatan DOTS adalah untuk menjamin dan mencegah resistensi serta keteraturan
pengobatan dan mencegah drop out/lalai
dengan dilakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan terhadap penderita
tuberculosis.
Jenis
dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik sample
yang digunakan total sampling. Jumlah responden yang diteliti 30 orang analisis
yang digunakan adalah uji spearmans rho.
Hasil
Penelitian
Dari 30 responden, sebagian besar berumur 31-40
tahun (40%). Berdasarkan pendidikan pasien, dari 30 responden lebih dari 50%
berpendidikan SD (42,6%). Berdasarkan matapencarian, 53% dari 30 responden
bermatapencarian sebagai petani. Berdasarkan jenis kelamin, 71% dari 30
responden berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan penyakit TBC yang pernah
diderita sebelumnya, selitar 82% dari 30 responden belum pernah mendapatkan
pendidikan kesehatan sebelumnya. Serta berdasarkan program pengobatan penyakit
TBC yang diikuti secara teratur, sebanyak 33,3% dari 30 responden mengikuti
pengobatan penyakit TBC yang diikuti secara teratur lebih dari 5 bulan.
Pembahasan
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden, sebagian besar pelaksanaan
stategi DOTS baik (70%). Sesuai dengan strategi DOTS tersebut, setiap penderita
yang baru ditemukan dan mendapat pengobatan harus diawasi menelan obatnya
setiap hari agar terjamin kesembuhan, mencegah dari resistensi kuman terhadap
obat. Untuk itu diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk setiap penderita
tuberkulosis, dalam masa pengobatan, setelah itu PMO dapat bertindak sebagai
penyuluh (Depkes RI, 2007).
Sebagian
responden mempunyai efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Paru baik (63,3%).
Banyak factor yang dapat menyebabkan penderita tuberkulosis paru tidak patuh
terhadap program pengobatan yang ditentukan. Perilaku berobat akan terjadi bila
hilangnya atau kurangnya gejala penyakit sudah merupakan ukuran kesembuhan bagi
penderita sehingga penderita menghentikan pengobatannya disamping hal tersebut,
berat atau ringannya gejala penyakit mempengaruhi kepatuhan penderita berobat.
Sebagian
besar responden efektifitas DOTS baik dan efektifitas kepatuhan baik 56,7% atau
17 responden, 3 responden atau 10% dengan pelaksanaan strategi DOTS cukup dan
kepatuhan kurang.
Kesimpulan
1. Sebagian
besar pelaksanaan strategi DOTS baik (70%).
2. Sebagian
besar responden mempunyai efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Peru baik
(63,3%).
3. Ada
hubungan antara pelaksanaan strategi DOTS dengan efektifitas kepatuhan berobat
pasien TB Paru di Puskesmas Pakis Baru Nawangan Kabupaten Pacitn tanggal 4-18
April 2011, dengan perhitungan hasil penelitian menggunakan uji statistic
menggunakan spearman’s rho didapatkan
nilai ρ-value/sig (2-tailed) = 0,001
lebih dari α 0,05 dan N = 30.
Saran
1. Bagi
nstitusi Pelayanan / Puskesmas
Disarankan hasil
penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas
khususnya penderita TB Paru.
2. Bagi
Perawat
Diharapkan hasil
penelitian dapat dibuat rujukan atau referensi dalam merawat pasien dengan TB
Paru.
3. Bagi
Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil
penelitian dapat digunakan sebagai data dasar untuk meneliti penyakit TB Paru.
Anatomi dan Fisiologi Sistem
Respirasi
Saluran
pernafasan atas terdiri dari:
a. Hidung
Hidung adalah pintu
masuk pertama udara yang kita hirup. Udara keluar melalui sistem pernafasan
yaitu hidung yang terbentuk atas dua tulang hidung dan beberapa kartilago.
Terdapat dua pipi pada dasar hidung-nostril (lubang hidung), atau nares
eksternal yang dipisahkan oleh septum nasal di bagian tengah. Lapisan mukus
hidung adalah sel epitel bersila dengan sel goblet yang menghasilkan lendir dan
juga sebagai sistem pembersih pada hidung (Asih, 2003: 2). Zat mukus yang
disekresi hidung mengandung enzim lisosom yang dapat membunuh bakteri
(Alsagaff, 2006: 9).
b. Faring
Faring atau tenggorokan
adalah tuba muskular yang terletak di posterior rongga nasal dan oral dan di
anterior vertebra servikalis. Faring dapat dibagi menjadi tiga segmen, setiap
segmen dilanjutkan oleh segmen lain nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Nasofaring terletak di belakang rongga nasal, orofaring terletak di belakang
mulut sedangkan laringofaring terletak di belakang laring (Asih, 2003: 5).
c. Laring
Laring menghubungkan
trakhea dengan faring (Underwood, J.C.E, 1999: 14).
Laring sering disebut
kotak suara fungsinya untuk berbicara, selain itu juga untuk mencegah benda
padat agar tidak masuk ke dalam trakhea. Dinding laring dibentuk oleh tulang
rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa bersilia,
kartilago laring tersusun 9 buah, kartilago yang terbesar adalah kartilago
tiroid atau disebut dengan buah jakun pada pria, terkait di puncak tulang
rahang tiroid terdapat epiglotis yang fungsinya membantu menutup laring sewaktu
orang menelan makanan. Pita suara terletak di kedua sisi selama bernafas, pita
suara tertahan di kedua sisi glotis sehingga untuk dapat masuk dan keluar
dengan bebas dari trakhea. Selama berbicara otot intrinsik laring menarik pita
suara untuk menghasilkan bunyi yang selanjutnya diubah menjadi kata-kata. Saraf
kranial motorik yang mempersarafi faring untuk berbicara adalah nervus vagus
dan nervus aksesorius (Asih, 2003: 5).
Saluran
pernafasan bawah terdiri atas
a. Trakhea
(pipa udara), adalah saluran udara tubular yang mempunyai panjang sekitar 13
cm. Trakhea terletak di depan esofagus, tepat di permukaan leher. Dinding
trakhea disangga oleh cincin-cincin kartilago, otot polos dan serat elastik.
Cincin kartilago berbentuk kaku guna mencegah agar tidak kolaps dan menutup
jalan udara. Bagian dalam trakhea dilapisi membran mukosa bersilia (Asih, 2003:
5).
b. Bronkhial,
ujung distal trakhea terbagi menjadi bronkhus primer kanan dan kiri yang terletak
di dalam rongga dada. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada yang
kiri. Fungsi percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi udara antara
trakhea dan alveoli agar jalan udara tetap terbuka dan bersih (Pearce, 2006:
215).
c. Alveoli,
berjumlah sekitar 300 sampai 500 juta di dalam paru-paru orang dewasa.
Fungsinya adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan
eksternal dan aliran darah. Alveoli dikelilingi oleh dinding yang tipis yang
terdiri atas satu lapis epitel skuamosa. Di antara sel epitel terdapat cairan
khusus yang menyekresi lapisan molekul lipid yang disebut surfaktan. Cairan ini
dibutuhkan untuk menjaga agar permukaan alveolar tetap lembab, tanpa surfaktan
tekanan permukaan akan menjadi demikian besar sehingga membutuhkan upaya
muskular yang sangat besar untuk mengembangkan alveoli (Asih, 2003: 3-8).
Surfaktan adalah suatu zat campuran antara lemak fosfat, lemak jenis lain,
protein dan karbohidrat yang disekresi oleh epitel alveol tipe II, surfaktan
berperan menurunkan tegangan permukaaan pada cairan alveol sehingga alveol
lebih mudah berkembang pada waktu inspirasi dan mencegah alveol menutup pada
akhir respirasi. Faktor yang dapat mempengaruhi sintesa surfaktan adalah hormon
tiroid dan hormon kortikosteroid (Alsagaff, 2006: 12).
d. Paru-paru,
terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta
dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak atas diafragma,
bagian apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula . Pada permukaan
tengah dari setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus tempat bronkus
primer dan masuknya arteri serta vena pulmonasi ke dalam paru. Bagian kanan dan
kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk jutaan alveoli,
jaring-jaring kapiler dan jaringan ikat.
Setiap paru dibagi
menjadi kompartemen yang lebih kecil pembagian pertama disebut lobus. Paru
kanan terdiri atas 3 lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri 2
lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura. Lobus kemudian
dibagi lagi menjadi segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus yang
masing-masing mempunyai bronkhiale, arterioale, venula dan pembuluh limfatik.
Dua lapis membran
serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleura. Lapisan terluar
disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum. Lapisan
dalamnya disebut pleura viseral yang mengelilingi paru. Rongga pleura ini
mengandung cairan yang dihasilkan sel-sel serosa di dalam pleura. Jika cairan
yang dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak, akan terjadi suatu
kondisi yang disebut pleuritis dan terasa sangat nyeri karena membran pleura
saling bergesekan (Asih, 2003: 9).
e. Toraks,
rongga toraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang
disebut mediastinum. Satu-satunya organ dalam rongga toraks yang tidak terletak
di dalam mediastinum adalah paru-paru (Asih, 2003: 9).
Fisiologi
pernafasan
Fisiologi
pernafasan adalah serangkaian proses interaksi dan koordinasi yang kompleks
yang mempunyai peranan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan atau
homeostasis lingkungan internal tubuh kita. Ventilasi pulmonal adalah istilah
teknis dari bernafas terdiri dari inspirasi yaitu gerakan perpindahan udara
masuk ke dalam paru-paru dan ekspirasi yaitu gerakan udara meninggalkan
paru-paru. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut:
a. Inspirasi
Diafragma berkontraksi,
bergerak ke arah bawah dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah.
Otot-otot interkosta eksternal menarik iga dari atas keluar yang mengembangkan
rongga dada ke arah samping kiri dan kanan, dengan begitu pleura parietal ikut
mengembang diikuti oleh pleura viseral, yang menyebabkan tekanan intrapulmonal
turun di bawah tekanan atmosfer dan udara masuk melalui hidung dan akhirnya
sampai alveoli (Asih, 2003: 11). Otot – otot yang digunakan untuk inspirasi
adalah difragma (paling utama), muskulo intercostalis externus, muskulo
scaleneus, muskulo sternocleidomastoideus dan muskulo pectoralis minor
(Alsagaff, 2006: 13).
b. Ekspirasi
Diafragma dan otot-otot
interkosta rileks, karena rongga menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak dan
jaringan elastiknya meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak
alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir,
udara didorong keluar paru sampai kedua tekanan sama kembali(Asih, 2003:
10-11). Otot-otot yang digunakan untuk ekspirasi adalah intercostalis internus
dan otot-otot dinding perut (Alsagaff, 2006: 13).
Daftar Pustaka
Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Renika Cipta.
A, Broecop, Dorothy Young (2006). Dasar-Dasar
Riset Keperawatan, Edisi 2. Jakarta, EGC.
Berne, R M (2005). Microbacterium Tubercolusa.
Third Edition, St Louis: Mosby Year Book.
Depkes
RI (2007), Prosedur Keperawatan Dasar.
Jakarta: PPNI.
Ganong
W. F. (2005). Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, hal 130-131
Guyton
A. C (2004). Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC hal 774-775, 1141-1151
Hegner, B. R (2003), Asisten
Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi 6, Jakarta, EGC.
Hal 231-236, 363
Nowak J. T (2006), Essentials of Patophisiology:
Consepts and Applications for Health Care Professionals. Second
Edition, the McGraw-Hill Companies. Page 48-51.
Nursalam
(2002). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional.
Jakarta: Salemba Medica. Hal 96.
------------ (2003). Konsep
dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Pedoman Skripsi, Tesis,
dan Instrumen Penelitian Keperawatan). Jakarta: Salemba Medika
Patton H. D (2006). Fuchs A.F, Hill B,
Scher A. M, dan Steiner B. Textbook of Physiology.
Philadelphia. Saunders Company
Pudjiraharjo W. R. dr. MPH (1993). Metodologi
Pendidikan dan Statistik Terapan. Surabaya. Airlangga Universitas
Press.
Roper, N (2003). Prinsip-Prinsip Keperawatan.
Yogyakarta. Yayasan Essentia Medica dan Andi.
Wolf (2004), Weitzel dan Fuerst. Terapi
Penyakit TB Paru. Jakarta: Gunung Agung.
Widyanti, W (2004). Majalah Keperawatan (nursing
Journal of Padjadjaran University). Bandung: Program Studi Ilmu
Keperawatan. Hal 81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar