Kamis, 25 Oktober 2012

Jurnal Penelitian Sistem Respirasi - DOTS


HUBUNGAN ANTARA PELAKSANAAN STRATEGI DOTS (DIRECLY OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE) DENGAN EFEKTIFITAS KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DI PUSKESMAS PAKIS BARU NAWANGAN PACITAN

Oleh: Ricky Prasetyo Nugroho

Survei Kesehatan Rumah Tangga (2005), menyebutkan tuberkulosis adalah penyakit penyebab kematian ke-3 di Indonesia, sesudah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat tuberkulosis dan terdapat 445.000 kasus tuberkulosis setahunnya. Salah satu strategi dalam Gerdunas tuberkulosis adalah strategi pelaksanaan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), tujuan dari pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan DOTS adalah untuk menjamin dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegah drop out/lalai dengan dilakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan terhadap penderita tuberkulosis. Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa tingginya insiden dan prevalensi TBC diantaranya karena penderita yang tidak patuh dan tidak tuntas dalam mengikuti program pengobatan yang telah ditentukan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik sample yang digunakan total sampling. Jumlah responden yang diteliti 30 orang analisis yang digunakan adalah uji spearmans rho.
Hasil yang diperoleh sebagian besar pelaksanaan strategi DOTS baik (70%). Sebagian besar responden mempunyai efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Paru baik (63,3%). Ada hubungan antara pelaksanaan strategi DOTS dengan efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Paru di Puskesmas Pakis Baru Nawangan Kabupaten Pacitan tanggal 4-18 April 2011, dengan perhitungan hasil penelitian menggunakan uji statistik menggunakan spearman’s rho didapat nilai ρ-value/sig (2-tailed) = 0,001 lebih kecil dari α 0.05 dan N = 30.
Hipotesis menyatakan ada hubungan antara pelaksanaan strategi DOTS dengan efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Paru di Puskesmas Pakis Baru Nawangan Kabupaten Pacitan tanggal 4-18 April 2011.

Kata Kunci: Pelaksanaan strategi DOTS, Efektifitas Kepatuhan, TBC.

Relationship between the DOTS strategy implementation (Directly Observed Treatment Shortcourse) treatment compliance effectiveness of patient with pulmonary TB in Pakis Baru Health Center Nawangan Pacitan”

Household Health Survey (2005), said tuberculosis is a disease of the 3rd cause of death in Indonesia, after cardiovascular and respiratory diseases. WHO estimates that Indonesia’s 175,000 deaths occur annually due to tuberculosis and there were 445,000 cases of tuberculosis annually. One strategy in Gerdunas tuberculosis is the implementation of DOTS strategy (Directly Observed Treatment Shortcourse), the purpose of implementation of the DOTS approach is to ensure and prevent resistance and regularity of treatment and prevent drop out / fail to do the supervision and control of tuberculosis treatment. From the above description can be formulated that the high incidence and prevalence of tuberculosis among the cause of non-adherent patients did not complete the treatment program that has been determined.
This type of research is cross sectional sample technique used by total sampling. The number of respondents who studied 30 people who used the analysis is spearman’s rho test.
The results obtained mostly good implementation of the DOTS strategy (70%). Most of the respondents have the effectiveness of treatment compliance of tuberculosis patients is good (63.3%). There is a relationship between the implementation of the DOTS strategy effectiveness of treatment compliance of patients with tuberculosis in Pakis Baru Nawangan Health Center Pacitan at April 4 to 18 2011, with the calculation results of studies using statistical tests using Spearman’s rho obtained ρ-value/sig value (2-tailed) = 0.001 is smaller than α 0.05 and N = 30.
The hypothesis states there is an relationship between the implementation of the DOTS strategy with the effectiveness of treatment compliance of tuberculosis patients in PHC Pakis Baru Nawangan Pacitan at April 4 to 18 2011.

Keywords: Implementation of the DOTS strategy, Effectiveness of Compliance. Tuberculosis. 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh mycrobacterium Tubercolusa yang sifatnya menular (Depkes. RI, 20117). Penularan penyakit TB Paru menjadi perhatian besar karena prosentase penularan yang berbanding searah dengn angka kejadian. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakan khususnya Indonesia belum memahami tentang bagaimana proses penularannya penyakit ini sehingga banyak pasien yang menganggap pengobatan itu tidak penting. Banyaknya pasien yang tidak menyelesaikan pengobatan berdampak pada penyembuhan TB Paru itu sendiri. Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang masih tetap menjadi masalah kesehatan yang penting di berbagai belahan dunia.
Data Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan jumlah penderita TB Paru hamper mencapai 5000 kasus. Di Kabupaten Pacitan ada sekitar 235 kasus yang terdeteksi. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pakis Baru pada bulan Agustus – Desember 2010 masih ada 7 pasien yang tidak menyelesaikan pengobatan sampai tuntas dari 30 pasien yang menjalani pengobatan.
WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat tuberkulosis dan terdapat 445.000 kasus tuberkulosis setahunnya. Hasil kongres Nasional Ikatan Dokter Ahli Paru Indonesia (1990) menyebutkan bahwa 60% penderita TBC paru di Indonesia tidak menyelesaikan program pengobatan dengan baik sesuai dengan yang telah ditentukan. Pengobatan yang tidak benar akan menyebabkan terjadinya resistensi kuman tuberculosis terhadap obat yang diberikan (Azhar, 2004). Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa tingginya insiden dan prevalensi TBC diantaranya karena penderita yang tidak patuh dan tidak tuntas dalam mengikuti program pengobatan yang telah ditentukan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi virulensi dan menekan jumlah penderita tuberculosis, diantaranya dengan dicanangkan Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (GERDUNAS TB) oleh menkes RI pada tanggal 24 maret 1999. Salah satu strategi Gerdunas tuberkulosis adalah strategi pelaksanaan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse).
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan DOTS adalah untuk menjamin dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegah drop out/lalai dengan dilakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan terhadap penderita tuberculosis.

Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik sample yang digunakan total sampling. Jumlah responden yang diteliti 30 orang analisis yang digunakan adalah uji spearmans rho.

Hasil Penelitian
Dari 30 responden, sebagian besar berumur 31-40 tahun (40%). Berdasarkan pendidikan pasien, dari 30 responden lebih dari 50% berpendidikan SD (42,6%). Berdasarkan matapencarian, 53% dari 30 responden bermatapencarian sebagai petani. Berdasarkan jenis kelamin, 71% dari 30 responden berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan penyakit TBC yang pernah diderita sebelumnya, selitar 82% dari 30 responden belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan sebelumnya. Serta berdasarkan program pengobatan penyakit TBC yang diikuti secara teratur, sebanyak 33,3% dari 30 responden mengikuti pengobatan penyakit TBC yang diikuti secara teratur lebih dari 5 bulan.

Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden, sebagian besar pelaksanaan stategi DOTS baik (70%). Sesuai dengan strategi DOTS tersebut, setiap penderita yang baru ditemukan dan mendapat pengobatan harus diawasi menelan obatnya setiap hari agar terjamin kesembuhan, mencegah dari resistensi kuman terhadap obat. Untuk itu diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk setiap penderita tuberkulosis, dalam masa pengobatan, setelah itu PMO dapat bertindak sebagai penyuluh (Depkes RI, 2007).
Sebagian responden mempunyai efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Paru baik (63,3%). Banyak factor yang dapat menyebabkan penderita tuberkulosis paru tidak patuh terhadap program pengobatan yang ditentukan. Perilaku berobat akan terjadi bila hilangnya atau kurangnya gejala penyakit sudah merupakan ukuran kesembuhan bagi penderita sehingga penderita menghentikan pengobatannya disamping hal tersebut, berat atau ringannya gejala penyakit mempengaruhi kepatuhan penderita berobat.
Sebagian besar responden efektifitas DOTS baik dan efektifitas kepatuhan baik 56,7% atau 17 responden, 3 responden atau 10% dengan pelaksanaan strategi DOTS cukup dan kepatuhan kurang.

Kesimpulan
1.      Sebagian besar pelaksanaan strategi DOTS baik (70%).
2.      Sebagian besar responden mempunyai efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Peru baik (63,3%).
3.      Ada hubungan antara pelaksanaan strategi DOTS dengan efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Paru di Puskesmas Pakis Baru Nawangan Kabupaten Pacitn tanggal 4-18 April 2011, dengan perhitungan hasil penelitian menggunakan uji statistic menggunakan spearman’s rho didapatkan nilai ρ-value/sig (2-tailed) = 0,001 lebih dari α 0,05 dan N = 30.
Saran
1.      Bagi nstitusi Pelayanan / Puskesmas
Disarankan hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas khususnya penderita TB Paru.
2.      Bagi Perawat
Diharapkan hasil penelitian dapat dibuat rujukan atau referensi dalam merawat pasien dengan TB Paru.
3.      Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dasar untuk meneliti penyakit TB Paru.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi
Saluran pernafasan atas terdiri dari:
a.       Hidung
Hidung adalah pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara keluar melalui sistem pernafasan yaitu hidung yang terbentuk atas dua tulang hidung dan beberapa kartilago. Terdapat dua pipi pada dasar hidung-nostril (lubang hidung), atau nares eksternal yang dipisahkan oleh septum nasal di bagian tengah. Lapisan mukus hidung adalah sel epitel bersila dengan sel goblet yang menghasilkan lendir dan juga sebagai sistem pembersih pada hidung (Asih, 2003: 2). Zat mukus yang disekresi hidung mengandung enzim lisosom yang dapat membunuh bakteri (Alsagaff, 2006: 9).
b.      Faring
Faring atau tenggorokan adalah tuba muskular yang terletak di posterior rongga nasal dan oral dan di anterior vertebra servikalis. Faring dapat dibagi menjadi tiga segmen, setiap segmen dilanjutkan oleh segmen lain nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring terletak di belakang rongga nasal, orofaring terletak di belakang mulut sedangkan laringofaring terletak di belakang laring (Asih, 2003: 5).
c.       Laring
Laring menghubungkan trakhea dengan faring (Underwood, J.C.E, 1999: 14).
Laring sering disebut kotak suara fungsinya untuk berbicara, selain itu juga untuk mencegah benda padat agar tidak masuk ke dalam trakhea. Dinding laring dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa bersilia, kartilago laring tersusun 9 buah, kartilago yang terbesar adalah kartilago tiroid atau disebut dengan buah jakun pada pria, terkait di puncak tulang rahang tiroid terdapat epiglotis yang fungsinya membantu menutup laring sewaktu orang menelan makanan. Pita suara terletak di kedua sisi selama bernafas, pita suara tertahan di kedua sisi glotis sehingga untuk dapat masuk dan keluar dengan bebas dari trakhea. Selama berbicara otot intrinsik laring menarik pita suara untuk menghasilkan bunyi yang selanjutnya diubah menjadi kata-kata. Saraf kranial motorik yang mempersarafi faring untuk berbicara adalah nervus vagus dan nervus aksesorius (Asih, 2003: 5).
Saluran pernafasan bawah terdiri atas
a.       Trakhea (pipa udara), adalah saluran udara tubular yang mempunyai panjang sekitar 13 cm. Trakhea terletak di depan esofagus, tepat di permukaan leher. Dinding trakhea disangga oleh cincin-cincin kartilago, otot polos dan serat elastik. Cincin kartilago berbentuk kaku guna mencegah agar tidak kolaps dan menutup jalan udara. Bagian dalam trakhea dilapisi membran mukosa bersilia (Asih, 2003: 5).
b.      Bronkhial, ujung distal trakhea terbagi menjadi bronkhus primer kanan dan kiri yang terletak di dalam rongga dada. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada yang kiri. Fungsi percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi udara antara trakhea dan alveoli agar jalan udara tetap terbuka dan bersih (Pearce, 2006: 215).
c.       Alveoli, berjumlah sekitar 300 sampai 500 juta di dalam paru-paru orang dewasa. Fungsinya adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran darah. Alveoli dikelilingi oleh dinding yang tipis yang terdiri atas satu lapis epitel skuamosa. Di antara sel epitel terdapat cairan khusus yang menyekresi lapisan molekul lipid yang disebut surfaktan. Cairan ini dibutuhkan untuk menjaga agar permukaan alveolar tetap lembab, tanpa surfaktan tekanan permukaan akan menjadi demikian besar sehingga membutuhkan upaya muskular yang sangat besar untuk mengembangkan alveoli (Asih, 2003: 3-8). Surfaktan adalah suatu zat campuran antara lemak fosfat, lemak jenis lain, protein dan karbohidrat yang disekresi oleh epitel alveol tipe II, surfaktan berperan menurunkan tegangan permukaaan pada cairan alveol sehingga alveol lebih mudah berkembang pada waktu inspirasi dan mencegah alveol menutup pada akhir respirasi. Faktor yang dapat mempengaruhi sintesa surfaktan adalah hormon tiroid dan hormon kortikosteroid (Alsagaff, 2006: 12).
d.      Paru-paru, terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak atas diafragma, bagian apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula . Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus tempat bronkus primer dan masuknya arteri serta vena pulmonasi ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk jutaan alveoli, jaring-jaring kapiler dan jaringan ikat.
Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas 3 lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri 2 lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura. Lobus kemudian dibagi lagi menjadi segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus yang masing-masing mempunyai bronkhiale, arterioale, venula dan pembuluh limfatik.
Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleura. Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum. Lapisan dalamnya disebut pleura viseral yang mengelilingi paru. Rongga pleura ini mengandung cairan yang dihasilkan sel-sel serosa di dalam pleura. Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak, akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleuritis dan terasa sangat nyeri karena membran pleura saling bergesekan (Asih, 2003: 9).
e.       Toraks, rongga toraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang disebut mediastinum. Satu-satunya organ dalam rongga toraks yang tidak terletak di dalam mediastinum adalah paru-paru (Asih, 2003: 9).

Fisiologi pernafasan
Fisiologi pernafasan adalah serangkaian proses interaksi dan koordinasi yang kompleks yang mempunyai peranan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan atau homeostasis lingkungan internal tubuh kita. Ventilasi pulmonal adalah istilah teknis dari bernafas terdiri dari inspirasi yaitu gerakan perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru dan ekspirasi yaitu gerakan udara meninggalkan paru-paru. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut:
a.       Inspirasi
Diafragma berkontraksi, bergerak ke arah bawah dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot interkosta eksternal menarik iga dari atas keluar yang mengembangkan rongga dada ke arah samping kiri dan kanan, dengan begitu pleura parietal ikut mengembang diikuti oleh pleura viseral, yang menyebabkan tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan atmosfer dan udara masuk melalui hidung dan akhirnya sampai alveoli (Asih, 2003: 11). Otot – otot yang digunakan untuk inspirasi adalah difragma (paling utama), muskulo intercostalis externus, muskulo scaleneus, muskulo sternocleidomastoideus dan muskulo pectoralis minor (Alsagaff, 2006: 13).
b.      Ekspirasi
Diafragma dan otot-otot interkosta rileks, karena rongga menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak dan jaringan elastiknya meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong keluar paru sampai kedua tekanan sama kembali(Asih, 2003: 10-11). Otot-otot yang digunakan untuk ekspirasi adalah intercostalis internus dan otot-otot dinding perut (Alsagaff, 2006: 13).
   
Daftar Pustaka

Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Renika Cipta.
A, Broecop, Dorothy Young (2006). Dasar-Dasar Riset Keperawatan, Edisi 2. Jakarta, EGC.
Berne, R M (2005). Microbacterium Tubercolusa. Third Edition, St Louis: Mosby Year Book.
Depkes RI (2007),  Prosedur Keperawatan Dasar. Jakarta: PPNI.
Ganong W. F. (2005). Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, hal 130-131
Guyton A. C (2004). Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC hal 774-775, 1141-1151
Hegner, B. R (2003), Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi 6, Jakarta, EGC. Hal 231-236, 363
Nowak J. T (2006), Essentials of Patophisiology: Consepts and Applications for Health Care Professionals. Second Edition, the McGraw-Hill Companies. Page 48-51.
Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medica. Hal 96.
------------ (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan). Jakarta: Salemba Medika
Patton H. D (2006). Fuchs A.F, Hill B, Scher A. M, dan Steiner B. Textbook of Physiology. Philadelphia. Saunders Company
Pudjiraharjo W. R. dr. MPH (1993). Metodologi Pendidikan dan Statistik Terapan. Surabaya. Airlangga Universitas Press.
Roper, N (2003). Prinsip-Prinsip Keperawatan. Yogyakarta. Yayasan Essentia Medica dan Andi.
Theophilus, S. Dr. (2000). Tubercolusis Paru. http://www.BringingUp.baby.com
Wolf (2004), Weitzel dan Fuerst. Terapi Penyakit TB Paru. Jakarta: Gunung Agung.
Widyanti, W (2004). Majalah Keperawatan (nursing Journal of Padjadjaran University). Bandung: Program Studi Ilmu Keperawatan. Hal 81